Rabu, 31 Desember 2014

SOMETIMES

Sometimes I wish, things in a movie were real..
I wish, fantastic 4 suits were real. The one that cannot be affected by any power. The suit that will stretch, invisible, or burnt. I want that suit. So that when I got into an accident, or let's say.. a plane crash, and the rescue team found my body floating on the sea, and this action caught on camera by some local TV, people all over the world will not see my naked body.
And if fantastic four suit is too imposible, I wish my body were tied up to a 2 tons of metal or something, so it would dragged deep down under the sea so no one will never find it.

My huge condolences to the victim of Air Asia QZ 8501, semoga arwah kalian diterima di sisi terbaikNya, dan yang ditinggalkan diberi ketabahan. Baik ketabahan menghadapi kehilangan, maupun ketabahan menyaksikan over expossed jenasah di TV.

Minggu, 28 Desember 2014

WHAT IS FEAR?

You're not scared of the dark, you're scared of what's in it
You're not scared of heights, you're afraid of falling
You're not afraid of people around you, you're afraid of rejection
You're not afraid to let go, you're just afraid of accept the fact that it's gone

Well said and totally true..Saat lampu mati di siang hari, kita baik-baik saja. Perasaan jadi memburuk saat hari semakin gelap. Bukan karena gelap, tapi karena otak tiba-tiba memunculkan gambar-gambar seram dari film-film horor yang pernah dilihat. Wanita bergaun putih bermata merah, atau sosok hitam besar berdiri di belakang kita?

Saya seringkali dianggap pendiam saat pertemuan pertama. Ayah dan Ibu bahkan tidak yakin kalau saya bisa hidup bersosialisasi. Keluarga saya selalu berpikir kalau saya takut pada orang lain, tidak suka bicara dengan sesama manusia. Mereka benar. Saya bermasalah dengan lingkungan sosial, tidak suka keramaian, takut bertemu orang baru, tidak mau berbicara di telepon dengan orang tidak dikenal, berteman dengan orang itu-itu saja, karena apa? Karena merekalah yang menerima apa adanya. Saat kecil dulu saya sering dibully secara psikologis oleh beberapa anak karena bertubuh kurus kecil dan pendiam. Walaupun beberapa tahun kemudian saya yang tertawa penuh kemenangan karena tumbuh lebih tinggi dari mereka, tapi masih ada sisa trauma akan penolakan sekelompok orang. Apalagi kalau bertemu orang-orang baru. Apakah mereka akan menyukai saya? Apakah mereka suka dengan cara bicara saya? Apakah mereka melihat cara saya berpakaian? Apakah mereka berharap saya tidak bertahan lama di sini?
Turut berduka dengan hilangnya pesawat Air Asia QZ8501, semoga hanya kesalahan teknis sementara (saya belum lihat berita terbaru karena nggak punya TV). Seandainya memang hilang, semoga segera ditemukan, diberi keselamatan. Seandainya tidak selamat, semoga mendapat tempat yang baik di sisiNya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.
Saya berencana pulang 3 minggu lagi menggunakan maskapai yang sama, karena harganya yang memang lumayan lebih murah. Ada ketakutan tentu saja. Tapi bukankah kematian adalah takdir? Bukannya saya congkak, merasa kalau sudah cukup amal ibadah sehingga siap mati. Siap atau tidak siap, itu akan terjadi. Amal sudah cukup atau belum, kalau sudah waktunya mati ya mati aja.. Dengan maskapai itu atau tidak, lewat jalur udara, darat atau laut, kalau memang sudah takdirnya, mau dibilang apa?
Selalu berkali-kali meyakinkan diri tentang ini. Tetap saja, saat kematian di depan mata, ada usaha untuk menyelamatkan diri. Begitu juga saat turbulence di pesawat. Sering saya bilang pada teman-teman, "Mati karena kecelakaan pesawat itu mungkin lebih enak, karena pasti mati. Beda kalau kecelakaan di darat atau laut, masih berdarah-darah ke rumah sakit atau merasakan paru-paru meledak karena tenggelam nggak bisa renang.". Tapi saat ada sedikit turbulence, saya langsung memejamkan mata dan berdoa sebanyak-banyaknya. Baru sadar kalau kecelakaan pesawat adalah satu-satunya kecelakaan yang tidak bisa kita kontrol. Beda dengan kecelakaan di darat, dimana kita bisa agak menghindari sumber celaka atau menghentikan kendaraan. Di laut, bisa cari barang mengapung. Tapi di udara? Ya pasrah memang satu-satunya jalan.

Sabtu, 27 Desember 2014

PERJALANAN PENGGUGAH NASIONALISME

Akhirnya ada kesempatan mendokumentasikan perjalanan yang ini..
Perjalanan 4 bulan lalu, sepulang dari Kendari. So, I was between jobs, dan ada liburan 17 Agustus. Maka beberapa hari sebelumnya, saya pergi ke Malang. Numpang tidur di kos Indah Peyek (mantan kos saya juga sih..). hehe..
16 Agustus 2014 pagi kita jalan-jalan keliling Malang dan Batu. Mampir ke Museum Angkut yang katanya epic beuuddhh, dan ternyata harga tiketnya juga nggak kalah epic. Mungkin di dalamnya emang bagus, tapi untuk kami berdua yang sama-sama nggak begitu doyan foto, harga segitu sepertinya agak keterlaluan. Akhirnya cuma numpang foto di depan pintu masuk. Haha!
Dari Museum Angkut, kami pergi ke tempat wisata murah meriah, masih di kota Batu - Eco Green Park. Tempat wisata edukasi. Sumpah keren banget.. Nambah ilmu lah kalau di sana. Dan dengan harga tiket segitu, banyak sarana dan permainan gratis yang bisa dinikmati.

Malamnya, kita berdua mulai ngarang-ngarang lagi mau pergi kemana yang murah meriah.
17 Agustus, 69 tahun lalu calon presiden pertama didampingi pemuda pemudi Indonesia, membacakan teks proklamasi. Serangkai kalimat sakti yang membebaskan Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Dan sudah 11 tahun lalu, terakhir saya mengikuti upacara peringatan hari lahir Indonesia ini. Dan entah sudah berapa puluh tahun lalu, nesionalisme hilang dari diri kami.
"Ke Blitar yuk?", sebuah ide gila dan ngawur, mengingat jarak Malang - Blitar sekitar 76 km, kami berdua sama-sama nggak punya saudara atau teman di sana, transportasi agak susah, dan nggak tahu jalan. Just FYI, in case kalian lupa. Blitar adalah makam Bung Karno a.k.a Ir. Soekarno, tokoh jenius Indonesia, bapak proklamasi, revolusioner, anti kemapanan (hehe..). Blitar adalah tempat peristirahatan terakhir Bung Karno. Walaupun beliau tidak dilahirkan di sana (katanya), tetapi ini adalah keputusan Presiden Soeharto pada masa itu (katanya juga).
Nekat, kami pun pergi, dengan satu anggota lagi - Huda (adik angkatan jaman kuliah). Dengan doa, semoga perjalanan kali ini bisa meningkatkan nasionalisme. Berangkat setelah subuh, kami mampir sebentar di bendungan Karangkates dan wisata telaga rambut monte.
Dan sekitar 30 menit kemudian, sampailah kami di kota Blitar. Tentu saja, pertama memasuki gerbang "Selamat datang di Blitar", kami sama-sama celingukan mau kemana. Kami bukan tipe traveller hiTech. Masih belum berani mengandalkan GPS sepenuhnya. MAsih setia dengan moto, "Malu bertanya, disesatkan GPS"
So, setelah tanya kesana kemari jalan menuju makam Bung Karno, akhirnya kami menemukan jalan utama. Jalanan sepi untuk ukuran independence day, di tempat yang menyimpan segudang sejarah. Nggak seperti di film-film saat 4 Juli.
Ternyata saya salah. Orang-orang di sini masih menghargai hari bersejarah kemerdakaannya. Di tempat saya, pawai menggunakan baju adat setiap tahun sudah diganti oleh pawai mewah bertaraf internasional dengan kostum yang bahkan tidak jelas menggambarkan apa. Bukannya tidak bangga dengan prestasi internasional itu. It's just.. sometimes I miss the good old days.. Untunglah, di sini kami masih menemukannya. Pawai menggunakan baju adat, yang mana barisan berakhir di makam Bung Karno, diiringi pembacaan puisi penggugah nasionalisme dengan sangat emosional.
Inilah museum dan perpustakaan yang dibangun di area makam Bung Karno.


Saya bukan MArio Teguh yang bisa menggugah nasionalisme pendengar atau pembaca lewat kata-kata. Ada satu quote Ir. Soekarno yang menarik tentang nasionalisme:
“Nasionalis yang sedjati, jang nasionalismenya itu bukan timbul semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasionalisme barat akan tetapi timbul dari rasa tjinta akan manusia dan kemanusiaan”
Sukarno, Di Bawah Bendera Revolusi 
dicopy dari http://www.goodreads.com/author/quotes/661589.Sukarno
Dari perjalanan kali ini, kami baru sadar kalau ternyata nasionalisme itu bukan hanya tentang menjadi pejabat pemerintahan atau melakukan upacara setiap hari Senin dan hari kemerdekaan, berorasi, mendemo tiap kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan hati, tapi juga tentang mencintai sesama manusia.. mm.. dan alam sekitar kalau saya boleh menambahkan. =)
Anyway.. sepulang dari makam, kami mampir sebentar ke Candi Penataran yang letaknya tidak jauh dari sana.
Menurut WIkipedia,
Nama asli candi Penataran dipercaya adalah Candi Palah yang disebut dalam prasasti Palah, dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Çrnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa yang memerintah kerajaan Kediri antara tahun 1190 – 1200, sebagai candi gunung untuk tempat upacara pemujaan agar dapat menangkal atau menghindar dari mara bahaya yang disebabkan oleh Gunung Kelud yang sering meletus. Kitab Negarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca menceritakan perjalanan Raja Hayam Wuruk, yang memerintah kerajaan Majapahit antara tahun 1350 – 1389, ke Candi Palah untuk melakukan pemujaan kepada Hyang Acalapat, perwujudan Siwa sebagai Girindra (Giri Indra, raja penguasa gunung).
Kesamaan nama Girindra yang disebut pada kitab Negarakretagama dengan nama Ken Arok yang bergelar Girindra atau Girinatha menimbulkan dugaan bahwa Candi Penataran adalah tempat pedharmaan (perabuan) Ken Arok, Girindra juga adalah nama salah satu wangsa yang diturunkan oleh Ken Arok selain wangsa Rajasa dan wangsa Wardhana. Sedangkan Hyang Acalapati adalah salah satu perwujudan dari Dewa Siwa, serupa dengan peneladanan sifat-sifat Bathara Siwa yang konon dijalankan Ken Arok.

Negara kita juga punya sejarah yang tidak kalah hebat dengan negara lain seperti Roma, Yunani atau Cina. Ada seorang tokoh pemerintahan yang pernah berkata, "Kalian bisa mengatakan Indonesia hebat, karena belum pernah melihat kehebatan negara lain. Kalau sudah pernah melihat negara lain, pasti kalian akan berpikir dua kali untuk mengatakan Indonesia hebat."
Saya kurang mengerti kemana arah pembicaraan tokoh ini. Mungkin beliau bangga karena sudah sering ke luar negeri, mungkin beliau menyarankan agar kami sering-sering jalan-jalan ke luar negeri, mungkin menyarankan agar kita tidak lagi berbangga-bangga mengatakan Indonesia hebat, atau mungkin beliau mengajarkan agar kita lebih rendah hati karena di atas langit selalu masih ada langit. 
Anyway, melihat alam Indonesia, melihat peninggalan-peninggalan sejarahnya, kita kaya.. Kalau kata Bung Karno,
“Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita”
Sukarno
dicopy dari www.goodreads.com/author/quotes/661589.Sukarno 

Minggu, 21 Desember 2014

SEPOJOK INDONESIA

Saya bukan nasionalis. Tingkat nasionalisme saya minus. Saya tidak ikut pemilihan umum saat bahkan teman-teman yang tinggal di luar negeri sana malah jadi panitia. Saya tidak peduli siapa presidennya. Tidak peduli kalau bensin naik. Saat yang lain teriak-teriak mendengar berita bensin naik jadi 10rb/liter, saya hanya bisa bilang, "Oooo...".. Sampai teman-teman heran dan menyebut saya orang kaya. Padahal itu karena saya sadar, teriak pun, harganya nggak mungkin turun. Saya bekerja bukan untuk negara, tapi untuk kebahagiaan dan ketenangan hati sendiri, mungkin sesekali berpikir, untuk membantu generasi selanjutnya belajar, walaupun sadar juga kalau digaji negara.
Saya mencintai tanah yang saya injak ini, bukan sistem di dalamnya.
Mungkin saya memang belum kemana-mana. Hanya sepojok Indonesia saja. Tapi lihatlah indahnya pojokan itu..
Sekitar Bromo, Probolinggo Jawa Timur

B29, Lumajang Jawa Timur


Place that i never want to go, Jakarta
Pemandian air panas, Cangar Malang Jawa Timur
 
Blitar, Jawa Timur
Pantai Nambo, Kendari Sulawesi Tenggara

Tanjung Tiram, Kendari Sulawesi Tenggara
Pantai Kencana, Sumbawa Nusa Tenggara Barat
Air Terjun Mata Jitu, Pulau Moyo, Sumbawa NTB

Lupa nama tempatnya.. hehe.. Pulau Moyo, Sumbawa NTB

I don't want to live in mars, i love earth.. =)





Sabtu, 20 Desember 2014

PLEASE BE GRATEFUL

Hari ini saya pergi ke kampus dengan mata setengah terpejam. Semalaman tidak tidur gara-gara tugas menumpuk yang sejak kemarin-kemarin tidak diselesaikan, membuat saya terpaksa banyak minum kopi. Jarak dari rumah ke kampus sangat jauh, dan tidak ada teman yang tinggal dalam jarak kurang dari 300 meter. Mau tidak mau, saya harus pergi sendiri. Apalah gunanya bercangkir-cangkir kopi kalau tugas-tugas ini tidak dikumpulkan juga?
Matahari sudah tinggi, menambah rasa ingin menutup mata saja. Tapi ibu itu akan segera memulai pertemuan beberapa menit lagi. Ah sudahlah. Dengan mengaktifkan sistem autopilot, saya berangkat ke kampus. Tidak disangka, di tengah perjalanan, sistem autopilot mengalami gangguan teknis - tidak mendeteksi tikungan berpasir. Tidak terhindarkan lagi, saya tergelincir dengan sebuah truk dengan kecepatan sedang, siap menangkap di belakang. Oh Tuhan, apalah kataMu, saya hanya seorang hamba yang lalai.
Saat membuka mata, samar-samar terlihat wajah cemas ibu, adik, dan beberapa orang berdiri di sekitar saya. Bau khas rumah sakit memenuhi ruangan. Dari jauh terdengar suara beberapa teman. Beberapa saat kemudian mereka bergantian melihat keadaan saya yang tergeletak tidak berdaya.
Sial sekali, sudah tidak tidur, celaka, tugas dan tas hilang entah kemana. Kaki kanan sakitnya ampun-ampunan, kepala pusing seperti baru dipukul godam malaikat Munkar Nakir. Baru saja sadar, Ibu dengan tersedu memberi kabar kalau kaki ini harus dipasang pen karena patah dan retak di beberapa bagian. Aih sialnya.. Lebih parah lagi, kata dokter, saya tidak boleh main sepak bola sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Cobaan apa ini Ya Tuhan??
Sambil menunggu giliran operasi, dikelilingi tamu-tamu teman ayah dan ibu yang tidak berhenti berkunjung. Saya malas mendengar mereka memberikan ucapan simpati dan kalimat "semoga lekas sembuh". Sangat tidak penting. KArenanya saya memilih nonton televisi saja. Oh, rupanya berita Palestina kembali "in". Setelah pilpres, persalinan LIVE dan berita-berita pengalih lainnya, berita ini akhirnya muncul lagi.
Tone khas BBM berdenting pelan, mengalihkan perhatian saya. Ternyata seorang teman mengirim video. Biasanya saya malas mendownload video dari BBM atau WA, makan banyak pulsa. hehe.. Tapi karena tidak ada kerjaan, yaahh.. akhirnya didownload juga.
Ternyata video keadaan perang di Palestina. Sungguh ngeri. Bom setiap saat, susah sholat, masjid dikuasai, anak-anak tertembak. Miris..miris sekali. Bagaimana rasanya hidup di tempat yang setiap menitnya dihebohkan suara bom? Bahkan tempat ibadahpun jadi sasaran. Sempatkah mereka menonton TV? Sempatkan mereka saling berbalas SMS? Bisakah mereka sholat saat idul fitri atau idul adha? Bisakah mereka makan dengan tenang tanpa ketakutan rumah akan jadi sasaran bom selanjutnya? Bisakah anak-anak bermain di jalan tanpa takut diculik untuk diambil organ dalamnya atau dijadikan bom manusia? Bisakah wanita jalan ke pasar tanpa khawatir ditangkap dan diperkosa beramai-ramai? Sempatkah bapak-bapak duduk santai minum kopi tanpa ditemani senjata api? Bagaimana dengan sekolah? Anak-anak itu bahkan belum sempat mengenal huruf untuk mengetahui indahnya sastra, timah panas sudah menembus kepala. Tenangkah mereka saat sholat? 
Mata beralih dari layar hp ke kaki yang dibungkus perban. Apalah artinya deritaku ini dibanding mereka? Saat terjatuh kemarin, pengemudi truk di belakang langsung turun dari truknya dan mengajak warga sekitar menolong saya yang sudah tidak sadarkan diri. Bisa-bisanya saya menganggap diri sebagai yang paling sial. Sungguh.. tidak ada seujung jari perbandingannya. Marilah bersama kita doakan saudara muslim yang sedang berjuang di sana. Semoga Allah memberikan jalan terbaik bagi mereka. Amiiinn..

(tokoh di cerita ini hanya fiktif, terinspirasi dari seorang teman.)

LITTLE WOMEN (HOW'S LIFE GOING?)

Akhir-akhir ini saya baca Little Women karya Louisa May Alcott. Bukan karena apa, tapi karena serial favorit saya, Friends menyebutkan buku ...