Selasa, 07 Juli 2015

ONE WISH, GRANTED.. (5)

27 Mei 2015 sekitar jam 17.00. Pesawat mendarat di bandara Don Mueang, Thailand. Walaupun beberapa kali turbulence, alhamdulillah akhirnya kami sampai dengan selamat. Masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi, saya tidak beranjak dari tempat duduk, menunggu semua penumpang keluar. Sampai lorong pesawat sudah benar-benar sepi, saya mengambil tas ransel pinjaman dari rak kabin, berjalan keluar. Mbak pramugari menganggukkan kepala, sepertinya dia mengucapkan terima kasih, tapi di kepala saya, dia mengucapkan, "Selamat, satu mimpi anda tercapai.."
It feels like.. AMAZING! Orang-orang memandangi kami, karena kami satu-satunya rombongan berjilbab dalam satu bandara besar ini. Untungnya tidak ada muslim phobia di sini, sehingga tidak ada yang tiba-tiba meneriaki kami, "WATCH OUT! TERRORISTS!!". Hehe..
Mas Gong mengajak kami menuju penginapan dengan menggunakan kereta api. And let me tell you how I feel the moment I went through the exit door of the airport.. Seperti makan buah pome. Kamu melihat iklan produk berbahan buah pome di TV. Kulitnya merah, saat dibuka, buahnya merah merona, kesat, membuat produksi ludah berlebih. Penasaran, seperti apa rasa buah kecil-kecil merah itu? Menanti saat musimnya yang hanya setahun sekali, dan membeli buah pome pertama yang dijual di supermarket. Mahal, tapi tetap saja membelinya, karena sangat ingin merasakan buah kecil-kecil itu pecah di dalam mulut. But what? Kulitnya sulit dikupas, buahnya tipis berasa asam manis, tidak sepat sama sekali, saat digigit, sarinya pecah dari bulir-bulir pome saat digigit, benar-benar rasa yang dibayangkan selama ini. Tapi.. bijinya besar dan pahit, makannya juga susah.. Itulah rasanya.. Pretty complicated, ada rasa excited karena, ya seperti inilah yang saya bayangkan, tapi ada juga kecewa. Entah kenapa. Mungkin karena udaranya yang panas pengap dan bau selokan seperti di Surabaya, atau mungkin karena keadaan masyarakatnya yang tidak jauh berbeda dengan Indonesia.
Anyway, without you, saya berusaha menikmati keadaan ini.
Kereta di sana sama persis dengan di Indonesia, cuma tulisannya aja yang beda. Sama jeleknya. Haha! Pemandangan di pinggir rel juga persis, penuh perumahan kumuh. Naik kereta itu sekitar 1 jam, sampai di stasiun.. Mmm.. stasiun apa ya namanya? 
Ini yang beda.. Stasiunya super! 
Dari stasiun ini, kami diajak naik kendaraan khas Thailand, yang sudah beken lewat film James Bond.. Tuk tuk. Terkenal karena super ugal-ugalan. Jalan sepi-rame, tancap gaaasss!!! Kalau James Bond shooting siang, kita shooting malam. Gile aje ni sopir tuk tuk, nggak kenal siang malem tetep joss!! Sepertinya memang mereka diwajibkan menyetir dengan cara seperti itu. Karena terbukti di jalan, tidak ada polisi yang berniat menghentikan kegilaan itu. Sopir-sopir tuk tuk ini seolah diprogram untuk membuat penumpangnya teriak-teriak ngeri, kalau belum teriak, mission failed.. =D
Alhamdulillah, walopun dibawa ugal-ugalan sampe kepala sepertinya mau misah dari leher, kami nyampe juga di penginapan Rainbow guesthouse.
Yang mirip bajaj itulah si tuk-tuk, supirnya nyengir bahagia, cuma nggak kefoto aja..
Penginapan ini terletak di tengah kota Bangkok. Sepertinya sih tengah kota, karena alun-alun cuma jarak beberapa meter dari penginapan. Pusat belanja, pusat segala macam makanan mulai yang murah sampe paling mahal, pusat dugem, pusat segala kebebasan. Khaosan Road.

Sampainya di penginapan, tanpa mandi dulu, karena sejak pagi belum sarapan, akhirnya keluar nyari makan dulu. Sayangnya, warung muslim sudah tutup, karena emang sudah hampir jam 10 malam. Jalan kesana kemari, saya tertarik dengan street food jual yum yum namanya. Setelah googling, ternyata hampir sama dengan tom yum. Isinya daun selada, seledri, seafood, dan bihun dimasak kurang dari semenit, dan diberi kuah, bumbunya bisa pilih sendiri, harganya 60 baht (Rp. 24000).
Yang lain nggak terlalu suka sayur, dan dari info sang penjual yum yum, ada satu warung muslim tidak jauh dari sana. Mengikuti petunjuk dari ibu yum yum, akhirnya kami menemukan satu warung muslim lagi. Jual sate sapi seharga 80baht (Rp. 32000), dan minuman 20 baht (Rp.8000).
Ternyata, lidah Indonesia belum bisa beradaptasi dengan selera Thailand. Mungkin juga pengaruh jet lag. Mereka menghabiskan nasi ayam dan sate sapi dengan wajah tidak ikhlas, apalagi setelah menyeruput es yang menurut saya sangat menyegarkan. Saya tidak mencicip sate atau nasi ayamnya, karena memang tidak terlalu suka daging, tapi saya juga tidak membuka yum yum 60baht yang tadi dibeli di ujung jalan, karena canggung nggak bisa pake sumpit. hehe.. Entah bagaimana rasa es itu di lidah mereka, sementara menurut lidah saya, rasanya segar dan manisnya pas.
Setelah makan malam yang kurang menyenangkan itu, kami kembali ke penginapan. Waktu sudah hampir tengah malam. Mbak wawat yang masih dalam masa pemulihan, langsung hilang ke alam mimpi. Dan barulah saya membuka si yum yum tadi.
(Pict from newyorkstreetfood.com, cz lupa nggak bawa kamera waktu keluar penginapan)

WHHOOAAA.. it was heaven! Walaupun agak pedas untuk ukuran saya, tapi itu adalah salah satu makanan paling kaya rasa yang pernah masuk ke mulut saya. Seladanya masih segar, bermacam seafood, dan bihun yang lembut dicampur daun seledri. SLLUURRRRPPP... =P
Menikmatinya sendiri, di tengah malam, di Thailand. Masya'Allah..

Selanjutnya, kita ke kampus ya? 
(bersambung)

Senin, 06 Juli 2015

ONE WISH, GRANTED.. (4)

Baiknya saya kenalkan dulu satu-satu peserta perjalanan ini. Yang pertama, ketua rombongan, Wawat Rodiahwati, lulusan salah satu universitas top Indonesia, mengikuti program master di Thailand selama 1 tahun, dan setahunnya lagi di Jerman. WHOOOSSHH... Tegas, cekatan, baik hati, pintar mengaji, dan rajin ibadah.. Hehe..emangnye kontak jodoh?? Maaf, sudah laku..
 (Sorry mbak, saya anti pasang foto close up yang keren-keren.. hehe..)
Miss Winda, bukan bule sih, tapi emang gaulnya sama bule-bule.. Nama aslinya Winda Meirias Tuti, adalah orang yang saat ini berusaha keras supaya anak muda Sumbawa bisa berbahasa internasional. Biar nggak malu maluin pas nanti sudah kedatangan banyak turis asing. Terlalu baik, sampe sering dimanfaatkan teman.. hehe.. Pinter masak dan suka adventure. Masih single and available.. =)
Satu lagi Winda, nama lengkapnya Winda Anggraini. Cewek mungil asli Sumbawa yang cepet banget itung duit. Pokoknya kalo duit, dia lah.. Orangnya emang kecil, tapi cekatan, idola para mahasiswa, sedikit bicara banyak bekerja.. Sudah punya cowok, tapi belum nikah. Hehe.. sebelum janur kuning melengkung, kesempatan masih terbuka lebar.. =)
Daaannn... 4 orang mahasiswa luar biasa..
Yang kaos kuning, Eko Sulistyo, yang ngacungin jempol, Ary Satria Dirgantara, yang jaket putih Deni Maardiansyah, dan yang cewek berdiri pake headset Ariskanopitasari. Empat mahasiswa asli Sumbawa yang pemberani. Bagaimana tidak saya bilang berani? Mereka yang masih sangat muda, bahkan ada yang belum pernah meninggalkan rumahnya lebih jauh dari 10 km. Berani pergi ke tempat asing, tempat yang super bebas, bersama orang-orang asing, berbicara dengan bahasa asing, untuk memperkenalkan kampusnya yang masih seumur jagung pada negara tetangga, untuk membukakan jalan bagi teman-temannya, supaya bisa merasakan hal yang sama.
Ada juga 3 wartawan lokal dan dua dosen lagi, Bu Ida dan Bu Novi, sebagai pengawas kami. Hehe..
OK.. di post selanjutnya, kami mulai perjalanan ini.. =)

(bersambung)

Jumat, 03 Juli 2015

ONE WISH, GRANTED.. (3)

Hari itu datang juga, 27 Mei 2015. 27 + 5 = 32, satu lagi angka 32 atau 23 yang bersejarah dalam hidup saya. Just FYI, ketua rombongan kami, mbak Wawat Rodiahwati, si otak cemerlang dan miss independent, akan menikah, seminggu setelah kepulangan dari Thailand. Hebat..sungguh hebat.. Pingitan hanya jadi tradisi yang kurang penting jaman sekarang. Tapi entah kenapa, sepertinya memang tradisi nenek moyang itu juga perlu dijaga. Mungkin peringatan dari Tuhan juga, supaya lebih hati-hati karena akan menuju ke satu jalur hidup yang lebih serius dan sakral. Di pagi petang, 27 Mei 2015 yang bersejarah itu, mbak Wawat jatuh sakit.. NNNNHHHHOOOOO... Badannya yang emang kurus, plus jadi pucat gara-gara semalaman bolak-balik kamar mandi, muntah.. Oh God.. Bayangan Thailand sudah lenyap dari kepala. Melihatnya seperti itu, malah bingung, ntar gimana ngomong sama calon suaminya???  Tanpa pengetahuan di bidang kesehatan, kami memutuskan bahwa mbak Wawat menderita masuk angin. So, kami memberinya obat herbal anti masuk angin, yaa.. walopun anginnya emang sudah masuk.. Plus roti untuk pengganjal perut. Sekitar jam 8an, mbak Wawat sudah agak baikan, dan kami pun berangkat ke bandara Soekarno-Hatta. Bandara yang paling banyak dipake update status.
Di bandara itu kami bertemu dengan Gol A Gong, salah satu penulis andalan Indonesia. Ternyata beliau juga punya usaha travel. Dan ternyata, tema perjalanan kami ini, "Jalan-jalan sambil nulis". Whaaa.. senangnya.. bisa ketemu penulis beken, dibimbing nulis buku pula.. hehe..
Pesawat berangkat sekitar jam 2 siang. Dari sini, kemungkinan menginjakkan kaki di tanah Thailand jadi semakin besar.. =)
Saya yang baru pertama kali ke luar negeri tentu saja masih sangat canggung dengan banyaknya pemeriksaan dokumen di bandara. Cek imigrasi, cek bandara, nggak boleh bawa makanan, nggak boleh bawa minum, software laptop harus ori.. Weeiisshh emboh lah pokoke.. 
Alhamdulillah semua dilewati dengan lancar. Tidak ada satupun dari kami yang membawa benda-benda berbahaya. Daaaannn.. Naiklah kami ke pesawat.. One flight to Thailand, please.. =)

(bersambung)

ONE WISH, GRANTED.. (2)

Dan hari itu adalah saat bersejarah dalam hidup saya. 24 Mei 2015. Tanggal dimana kemungkinan menginjakkan kaki di tanah Thailand semakin besar. Dengan acara pelepasan kecil-kecilan mengundang ortu mahasiswa dan keluarga dosen-dosen yang mau berangkat, kami pun dilepaskan. Kami bertigabelas berangkat dari Sumbawa menuju Jakarta, transit di Lombok. Berangkat jam 10 malam menggunakan travel. Dengan kecepatan tinggi travel kami membelah sepinya malam. Di Sumbawa, jam 9 sudah malem bangeett.. Jalan sepiii.. hehe.. Hampir tengah malam, travel kami sudah mendarat di Pelabuhan Tano, Sumbawa Barat.  Beralihlah kami ke alat transportasi selanjutnya, yaitu kapal laut. Kelopak mata serasa seberat satu kilo. Tapi tentu saja kami harus turun dari mobil saat di dalam kapal. Ternyata kapal sudah penuh sesak, tidak ada tempat duduk lagi, sehingga saya akhirnya berdiri di pinggiran kapal bersama seorang mahasiswa. 
Sekitar jam 1 pagi kami sampai di pelabuhan Kayangan, Lombok. Dari sana, perjalanan dengan travel berlanjut lagi ke bandara Internasional Lombok. Jam 2 pagi travel sudah memasuki bandara. Bandara terang benderang. Anehnya, sepiiiiiiiii... nggak ada pegawai bandara satu pun! Semua lampu menyala, bahkan toilet pun lampunya menyala, kami jadi seraasa seperti di 28 Days Later, dimana orang-orang tiba-tiba ngilang dari muka bumi, dan tinggal beberapa yang sudah jadi zombie. Semua pintu dikunci, termasuk pintu toilet. Akhirnya, ngemper.. Dulu sebelum kenal pesawat terbang, bayangan yang ada di kepala saya - hasil nonton film, bandara tuh tempat elit, bersih, semua mahal, nggak bisa duduk sembarangan.. Eh, ini malah ngemper.. 
Haha! Ternyata petualangan kami sebagai backpacker sudah dimulai, bahkan sebelum sampai di Thailand.
Akhirnya, pintu bandara buka jam 5 pagi. Kami segera masuk untuk check in. Setengah 7, kami mulai memasuki pesawat. Di dalam pesawat, karena tidak tidur semalam, saya langsung memejamkan mata. Sekitar 30 menit kemudian, saya membuka mata, di luar tampak putih.. Ooohh.. mungkin lagi di tengah awan, lanjut tidur.. 30 menit kemudian, terdengar pengumuman dari mbak pramugari, meminta semua penumpang turun. Lho kok cuma 1 jam? Padahal di tiket tertulisnya LOmbok-Jakarta 2 jam? Hebat bener nih pilot.. Ternyata, usut punya usut.. kami masih di Lombok.. Turun dari pesawat saya baru sadar, kalau pemandangan putih di luar jendela tadi ternyata adalah kabut tebal, sehingga penerbangan ditunda.. =D

Muter-muter lah di bandara sampe jelek.. Udah jelek belum mandi sejak kemarinnya, tambah lagi jelek badmood gagal terbang. Tapi semua dibikin hepi aja, biar yang lain juga jadi hepi.. hehe..
Jam setengah 9 kami baru dipersilahkan masuk ke dalam pesawat lagi, dan benar-benar berangkat terbang. 
Entah jam berapa, kami sampai di Jakarta, kota yang tidak pernah ingin saya kunjungi. Macet, panas.. Haiisshh.. Tapi di kota inilah tempat kami briefing dengan sang empunya kampus, sebelum berangkat ke Thailand. 
Selama di Jakarta, kami tinggal di perumahan apa ya namanya? Taman Giri Loka kalo nggak salah. Mungkin daerah Tangerang, entahlah.. saya nggak tertarik mencari tahu. Yang jelas, itu perumahan elit, bro.. sis.. Haha! Masuknya aja nih, pake kartu! Untung pas dimasukin kartu nggak keluar duitnya.. Tetangga kami golongan menteri, artis, anggota DPR. Kalo ditawari rumah gratis di situ sih.. mungkin saya tolak.. Mungkin.. Hehe.. Abisnya, sepi, nggak ada mini market, keluar-keluar susah, harus sama yang punya rumah, ato nggak harus kenalan dulu sama satpamnya, nggak akan ada pemandangan si pemilik rumah-rumah gedong itu duduk-duduk di teras, yang duduk-duduk cuma pembantunya, sis! Mobil mewah 2-3 biji ngejogrok di garasi, orangnya entahlah ada di belahan dunia sebelah mana. Cukuplah pemandangan seperti itu saya lihat sehari dua hari aja, nggak perlu seumur hidup. Bisa gila..
Jadi, di Jakarta ini, kami diberi wejangan oleh sang empunya kampus supaya ati-ati jaga diri di Thailand. Karena, selain ini pertama kalinya sebagian besar dari kami melakukan perjalanan ke luar negeri, Thailand juga negara yang menurut saya, "terserah lo". Kamu mau jadi baik, kamu mau jadi gila, terserah deh..
Dan inilah petualangan kami..
(bersambung)

LITTLE WOMEN (HOW'S LIFE GOING?)

Akhir-akhir ini saya baca Little Women karya Louisa May Alcott. Bukan karena apa, tapi karena serial favorit saya, Friends menyebutkan buku ...