Sabtu, 26 September 2015

IT BREAKS MY HEART, WATCHING THESE MOVIES

That Phraoh might have feelings too..
Seumur hidup mendengarkan cerita nabi Musa. Bagaimana kejamnya Fir'aun pada masa itu. Membunuh setiap anak laki-laki karena takut kehilangan tahta. Menganggap dirinya Tuhan, semena-mena dan membunuh siapapun penentangnya. Sungguh manusia biadab. 
Dan muncullah film Exodus Gods and Kings, dibintangi oleh Christian Bale, Joel Edgerton, Ben Kingsley, Sigourney Weaver dan nama-nama besar lain. Menceritakan perjalanan nabi Musa, setelah diusir dari kerajaan, karena ketahuan turunan Yahudi. Musa sempat menyangkal, tapi Ramses yang melihat potensi Musa untuk dicintai raja dan rakyat, merasa terancam kedudukannya, lalu segera mengusir Musa dari kerajaan. Bukan hanya itu, Ramses bahkan mengirim sejumlah orang untuk membunuh Musa. 
Musa terus berjalan sampai menemukan perkampungan, dan membangun keluarga di sana. Sampai suatu hari dia tertarik mendaki gunung yang dikeramatkan oleh masyarakat di sana. Musa selalu penasaran, dan memutuskan untuk mendaki. Ternyata di sana dia bertemu Tuhan, dan mendapat petunjuk dariNya. 
Nabi Musa mengartikan petunjuk itu sebagai sebuah gerakan meruntuhkan tahta Ramses yang semena-mena terhadap kaum Yahudi. Maka dia pergi meninggalkan keluarga barunya untuk menyelamatkan bangsa Israel (Yahudi) dari perbudakan Ramses. 
Dalam cerita-cerita lain, film-film tentang Nabi Musa selama ini, sisi yang akan saya bicarakan ini tidak pernah diperlihatkan. Sisi dimana Ramses (yang menurut saya diperankan dengan sangat baik oleh Joel Edgerton), ketakutan. Dalam tindakannya yang semena-mena dan ringan tangan dalam menghunuskan pedang, ada ekspresi cemas, resah, ketakutan. Dia takut karena tahu Musa lebih kuat, takut kalau Musa benar, tapi ego-nya terlalu tinggi untuk percaya pada Tuhan Musa dan mengalah begitu saja. Dia semakin ketakutan saat wabah dan bencana alam datang menyerang.
Dan bahwa Ramses juga punya rasa cinta. "You can sleep well because you know that you're loved. I've never sleep that well.". Tidak pernah terbayang dalam otak saya bahwa manusia yang sangat kejam dan menganggap dirinya Tuhan, memiliki rasa cinta yang amat sangat pada buah hatinya. And it breaks my heart, melihat Ramses menangisi kematian anaknya. (SPOILER ALERT!!). Satu alasan yang akhirnya membuat Ramses semakin membenci Musa dan kaumnya. Mengejar Musa, mengorbankan pasukannya habis ditelan Laut Merah. Tidak peduli lagi akan kelanjutan kerajaan kelak. 
Yang kedua adalah Chappie. Keberadaan Hugh Jackman dalam film ini membuat saya ragu untuk mulai menontonnya. Jangan-jangan ini mirip-mirip Real Steel? Karena di trailernya ada gambar Hugh Jackman mengendalikan robot besar dari jarak jauh. Turns out, it was a heartbreaking movie. In a good way. I mean, the movie was great. Great story, great actors. But when Chappie said, "Why did you build me to die, maker?". Tears.. That was like.. the very basic question from a living thing who just realized that they're going to die at anytime. Dan betapa lugunya robot ini, dalam melihat dunia dan mempercayai orang-orang di sekitarnya, yang tiada henti mengkhianatinya.

  
Believe me, this is not just a robot movie. (SPOILER ALERT!!) There will be no robot fight, robot who will turns to something, or save people by crushing their world. Film ini sangat manusia. Dipenuhi oleh nafsu busuk manusia.

Selasa, 22 September 2015

ONE WISH, GRANTED.. - THE NUMBER 23 (the end)

Have I told you before about the number 23? Number 23 of my life..
Hampir semua kejadian bersejarah dalam hidup saya, diikuti oleh angka 23. NIM saat kuliah, tanggal ujian skripsi dan tesis, urutan duduk saat wisuda, nomer rumah, dan masih banyak lagi. Bukan bermaksud sirik dan mendewakan angka ini, berhati-hati di setiap tanggal 23, atau bikin sesajen di tanggal tersebut. But I feel so close to this number. 23.
So, hari terakhir perjalanan di Thailand, tanggal 30 Mei 2015 (3+0+5+15), kami menunggu mobil sewaan di halte depan Jatujak Market. Mario Maurer lewat.. whaaaa... Haha! Ngayal..
Jarak dari pasar ke bandara hanya makan waktu sekitar 20 menit. Kami turun dari mobil dan segera mengatur barang-barang yang baru dibeli. Karena tas ransel sudah penuh, maka kami beli satu tas plastik dan harus membayar biaya bagasi patungan (mahal, bo'..). 
Setelah melewati imigrasi, taruh bagasi, kami bareng-bareng nunggu datangnya pesawat Bangkok-Jakarta. Mas Gong menggunakan kesempatan ini untuk mengajari kami cara menulis yang baik. Bagaimana seharusnya tulisan perjalanan itu dibuat. Dan tentu saja tidak seperti tulisan dalam blog ini. Haha!  
Sembari menunggu, mata saya tertuju pada benda ini. Entah apa istilahnya di dunia penerbangan. Lorong yang jadi penghubung pintu keluar dari bandara ke pintu masuk pesawat. Itu adalah lorong dimana pesawat Bangkok -Jakarta akan berhenti menunggu kami. Ada angka 23. Hari terakhir di negara impian saya, diiringi oleh angka 23.
Di dalam pesawat, saya membuka tas untuk mengambil permen. Di dalam tas ternyata masih tersimpan amplop dari Gong Travel yang berisi tiket pesawat Jakarta-Bangkok. Lihat angka di tiket itu. 23
Ternyata, hari bersejarah saya meninggalkan Indonesia menuju Thailand, juga diikuti angka 23.. =) 
Anyway, Thailand was great. Selama seminggu saya di sana, mereka tidak men-judge penampilan kami. Mereka membiarkan kami foto-foto di kuil, padahal kami sendiri tahu kalau sebenarnya itu tempat ibadah dan ada orang yang sedang beribadah. Satu hal itu yang membuat saya merasa bersalah saat sakit hati ada orang asing foto-foto dalam masjid. Ternyata kami juga sama, seenaknya foto-foto di tempat ibadah orang.
For having a chance to see this country with my own eyes, I say. Alhamdulillah.. =) 

Senin, 21 September 2015

ONE WISH, GRANTED.. (9)

30 Mei 2015
Hari terakhir di Thailand.. Huhu..sedih sih, tapi kalau dirasa-rasa, memang lebih enak di negara sendiri.. =)
Pagi itu mbak Wawat mengajak saya nyari sarapan beneran. Maklumlah, beberapa hari di sana, kami tidak pernah sarapan makanan sebenarnya. Di depan hotel ada 7-11 yang jual nasi instan, roti bakar dan lain-lain. Mungkin karena hari terakhir, mbak Wawat pingin menunjukkan tempat makan makanan sebenarnya. 
Tidak jauh dari penginapan, ada warung muslim. Hari pertama kami datang, warung itu sudah tutup karena kemalaman, alhamdulillah pagi itu kami berkesempatan mencicipi masakannya. 
Warung tersebut terletak di sebuah gang senggol. Kalo di Jember, sama seperti di warung pecel Walisongo. Menu yang ditawarkan adalah nasi ayam (kata penjualnya). Tadinya saya membayangkan nasi lalapan, karena yang dipajang di sekitarnya adalah ayam crispy, sayur-sayur mentah, sambel dan ada sepanci gede sop (menurut saya). Ternyata setelah disajikan, adalah nasi, ayam crispy, semangkuk sop, dan sambel encer yang rasanya supeeeerrrr sekali..sip jooss..sulit dilupakan. Cocok sekali untuk lidah saya yang tidak terlalu suka pedas. Pedas, asam, manis, dipake cocolan ayam crispy. Tidak kalah rasa sopnya. Gurihnya pas!
 Setelah makan enak, hehe.. kami kembali ke penginapan, menunggu mobil jemputan. Karena hari terakhir, maka diputuskan, ini adalah saat berbelanja oleh-oleh. Tujuan utama adalah Jatujak Market, pasar seni istilahnya kalau di Indonesia. Tempat bermacam oleh-oleh. Mulai dari suvenir, kaos, jajanan, patung-patung sampai hewan peliharaan. Tapi, karena letaknya dekat dengan bandara, sebelum kesana kami diajak sekali lagi mengunjungi beberapa tempat wisata. Salah satunya adalah Golden Palace, alias istana raja. Nggak sampe masuk sih, cuma poto-poto di depannya aja. haha! Yang kedua adalah Wat Pho, tempat patung raksasa Budha tidur. Maksudnya bukan Budha itu adalah raksasa, saya tidak tahu seberapa besar Budha, tapi patung Budha tidur di Wat Pho dibuat dalam ukuran sangat besar. Kalau tidak salah baca di keterangannya, panjangnya sekitar 46 m.

Haha! ini fotonya yang kebalik ato tukang fotonya yang nggak bener??
Setelah dari Wat Pho kami diajak mengunjungi galeri perhiasan. Saya lupa apa nama tempatnya, dan tidak ada bukti foto. Tapi ini bukan hoax. Tempat itu sungguh ada. Awal masuk, kami disambut resepsionis menawarkan minuman dingin. Setelah itu kami dibawa ke ruangan selanjutnya yang ternyata berisi pengrajin perhiasan. Mulai dari sini, pengambilan gambar dilarang. Baru saya sadar, pemandangan seperti ini sebenarnya pemandangan biasa di Indonesia- pengrajin batu akik di pinggir jalan. HAnya saja, disini dikumpulkan di satu tempat sehingga tampak sangat elegan. 
Dari kumpulan pengrajin, kami diajak memasuki galeri. Sungguh.. Sumpah.. Saya yang tidak pernah tertarik pada perhiasan saja, terpukau memasuki galeri itu. Galeri dibagi menjadi beberapa cluster, tergantung jenis batunya. Segala jenis batu dan mutiara ada di sana, dengan design unik dan menarik. Etalase dan pencahayaan yang tepat membuat perhiasan-perhiasan itu tampak mahal. I feel so underdressed. Hebatnya, mereka memperlakukan semua customer dengan baik. Kami yang memasuki galeri itu dengan model gembel ini, tetap dilayani saat bertanya. Bahkan kami diperbolehkan menyentuh dan mencoba perhiasan tersebut. Harganya tidak main-main, kalau dirupiahkan, ada yang mencapai puluhan juta. Mereka melayani dengan senyum ikhlas. Hebat sekali. Kalau di kota saya, jangankan toko perhiasan, toko jilbab bermerk aja pelayannya sudah sok banget. Kita yang bertampang gembel ini tidak segera dilayani, beda dengan cara melayani hijaber-hijaber trendy yang mungkin malah nggak beli.
Dari galeri itu, barulah kami menuju Jatujak Market, dan langsung menyebar ke segala arah untuk mencari oleh-oleh. Kalau nyari oleh-oleh sih biasa, sama seperti ke Pasar Sukawati di Bali. yang luar biasa itu jajannya. Sebenernya jajanan-jajanan ini ada dan tersedia di Indonesia. Macam gorengan, juice, es yogurt, es kelapa. Yang berbeda adalah kemasan dan penyajiannya.
Es kelapa muda, bisa pilih es kelapa muda aja, atau plus es krim. Udah cuaca panas, abis jalan-jalan di pasar, minum es kelapa muda, pake es krim pula..Heemmmm...sluurrpp..
Ada juga gorengan udang, kentang, telur puyuh. Gambar buah-buahan dalam gelas itu maksudnya, kalo ada yang beli, langsung deh buah satu gelas itu di-juice. Heeemmmm..=) Foto yang terakhir adalah es yogurt. Selain itu ada juga makanan-makanan dari babi. Alhamdulillah mereka menghargai kami. Melihat kami tertarik dengan barang dagangan mereka, langsung penjualnya memberi peringatan, "Pork bun.. Pork bun..", sambil senyum ramah. Ada cluster makanan halal, dekat pintu keluar. Yang jual semua pake jilbab, dan rata-rata jual ayam goreng.
Waktu untuk pulang pun tiba. Setelah dari pasar seni, kami kembali menaiki mobil sewaan untuk perjalanan terakhir di Thailand. Perjalanan menuju bandara Don Mueang.

Bersambung...

Sabtu, 19 September 2015

ONE WISH, GRANTED.. (8)

29 Mei 2015
Hari itu adalah hari bebas. Temanya, rekreasi. Hehe.. Pagi-pagi kami sudah bangun, bersiap menuju tempat wisata selanjutnya. Di itinerary tertulis, Suphattra Land. Menurut informasi, Suphattra Land ini hampir sama dengan Kusuma Agrowisata di Batu, Malang atau Taman Buah Mekarsari di Bogor. Travel Gong mengusulkan tempat ini karena tahu kami orang-orang pertanian. Padahal kami sama sekali nggak ngerti tentang pertanian. Haha! Sekitar jam 8 pagi kami sudah bersiap di depan penginapan, menunggu mobil sewaan. Keren kan? Saya di Indonesia aja nggak berani pake mobil sewa, takut mahal, ini di negara orang malah sewa mobil. Gede pula mobilnya. Nggak tahu deh, berapa harga sewa mobil ini.
Setelah beberapa saat bernegosiasi, kami pun berangkat. Menyusuri jalanan kota Bangkok di pagi hari ternyata tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, sama-sama macet. Salah satu hal yang menyenangkan dari perjalanan ini adalah, pemandu wisata kami, Mas Gong, tidak lelahnya menghidupkan suasana perjalanan dengan mengajak kami berdiskusi membandingkan Thailand dan Indonesia. Seperti misalnya, kenapa pariwisata Thailand tampak lebih laku daripada Indonesia. Topik-topik seperti itu yang akhirnya merangsang para wartawan yang ikut dalam rombongan kami untuk heboh berdiskusi. Saya yang tidak terlalu mengerti masalah sosial politik, tidak bisa menahan kantuk lagi. Apalagi semalam baru begadang di jalanan.
Tidak lama terlelap, kami terbangun karena ada dua anggota tour mabuk darat. Haha!
Ternyata jarak dari kota Bangkok ke Suphattra Land cukup jauh. Sepertinya sekitar 2 jam perjalanan. Letaknya di pedesaan Thailand.
Saat memasuki halaman parkir, serasa masuk ke tempat wisata di pedesaan Jember. Tempat parkirnya tidak beraturan dan bisa seenaknya. Hehe.. Turun dari mobil, kami sudah langsung diserbu calo kendaraan untuk mengitari area wisata. Tapi tentu saja harus beli tiket dulu. Harga tiketnya lumayan mahal, 400 baht atau sekitar 160 ribu. Setelah itu ada semacam kereta kelinci yang bertugas mengangkut kami. Kereta kelinci ini tidak menunggu penumpang penuh. Saat anggota grup sudah naik semua, kereta langsung jalan berkeliling area agrowisata.
Kami diajak berkeliling di perkebunan buah-buahan tropis yang sangat luas. Setelah itu, kereta kelinci berhenti di sebuah pit stop, yang ternyata tempat menikmati buah-buahan yang dilihat selama perjalanan tadi. Gratis makan sepuasnya dan sebuasnya. Haha! Tidak perlu repot mengupas, langsung santap..
Setelah puas makan di tempat buah, kami kembali menaiki kereta kelinci. Tadinya saya pikir tour taman buah ini sudah selesai. Ternyata tidak, kami dibawa keluar dari area perkebunan, menyeberangi jalan dan masuk ke area kebun lain. Perkebunan madu dan sayur. Dan di ujung perkebunan sayur itu, kami diperbolehkan makan salad sayuran sepuasnya. 
Sayangnya, beberapa dari kami tidak terlalu suka makan sayur. Mereka maunya buru-buru ke tempat wisata selanjutnya - Pataya.
Perjalanan ke Pataya ternyata juga cukup jauh. Sekitar 30 menit dari Suphattra Land, kami sudah memasuki area Pataya. Hampir sama dengan sekitar pantai Kuta Bali. Banyak pertokoan dan cafe-cafe unik.Anehnya, mobil kami muter-muter aja di area pertokoan itu. Ujung pantainya nggak ketemu-ketemu. Pas ditanyain, dia jawab pake bahasa Thailand, akhirnya kami sama-sama bingung. Jangan-jangan orang ini belum pernah ke Pataya juga.. 
Akhirnya setelah 30 menitan muter-muter, ketemu juga pantainya.. Dan kami pun turun dari mobil.
krik..krik..krik.. Ini pantainya?? 
Mohon maaf saya nggak ambil foto Pattaya, karena sama sekali tidak menarik. Ngabis-ngabisin kuota foto..
Satu foto ini bisa menggambarkan bagaimana pantai itu. Kalau di TV sepertinya gambar yang diambil dari daerah sekitar Pataya, bukan pantainya. Tidak lebih dari 10 menit kami berdiri di pinggir pantai dan langsung memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang, kami memutuskan untuk mencari tempat shalat terlebih dahulu, karena tadi waktu muter-muter, kami sempat melihat beberapa resto dan toko dengan tulisan Arab. Lagi-lagi kecewa, mungkin kami harus belajar bahasa Arab juga di sini. Kami mampir ke beberapa toko untuk numpang shalat, ternyata mereka tidak punya tempat untuk itu. Masjid juga sangat jauh. Mau tidak mau, kami shalat di dalam mobil.
Sekitar hampir magrib kami sampai di penginapan. Karena masih sore, kami memutuskan untuk jalan-jalan dulu di alun-alun Bangkok yang sepertinya sedang ada acara perayaan keagamaan.
Berbeda dengan alun-alun Indo, yang seringkali dipenuhi orang jalan-jalan. Alun-alun di Thailand dipakai tidur-tiduran. 
Setelah dari alun-alun, saya dan duo Winda mampir ke Khaosan Road untuk belanja oleh-oleh. Sebenernya esok hari, kami masih mampir ke pasar seni, tapi karena males bongkar-bongkar ransel setelah belanja, akhirnya kami memutuskan menuntaskan belanja di Khaosan Road.. Selain belanja, ada satu kuliner Thailand yang sangat bikin penasaran. Serangga goreng. Di atas adalah foto bermacam-macam serangga dan ulat pohon yang sudah dimasak dan diberi bumbu. Ada belalang, jangkrik, ulat pohon, ulat daun, laba-laba dan kalajengking. Harganya lumayan mahal untuk makanan yang bahannya diambil dari mengeruk tanah - 40 baht - sekitar 16000an. Kalau mau motret aja, bayar 10 baht. Daripada rugi ya mending beli sekalian. Dalam agama saya, serangga adalah makanan halal. Hanya saja, saya tidak tahu apakah serangga yang dijual di sini dimasak menggunakan penyedap atau minyak babi. Semoga Tuhan melindungi kami.. hehe.. Saya beli ulat pohon. Dan rasanya tidak terlalu mengecewakan. Seperti ulat. Karena saya tidak bisa mengingat makanan apa yang rasanya seperti itu. Yang pasti, teksturnya empuk dan kesat, bagian dalamnya kopong. 
Bersambung lagi yaa.. 
Besok adalah hari terakhir kami di negeri impian saya ini.. =)

Kamis, 17 September 2015

ONE WISH, GRANTED.. (7)

Masih 28 Mei 2015..
Karena kelelahan ber-running man ria, kami akhirnya duduk-duduk di depan kampus. Tragedi tadi mengacaukan rencana kami. Tadinya kami berencana main-main kesana kemari setelah dari kampus. Sudah jam 3 lewat, kami hanya leyeh-leyeh kecapean di teras kampus. Gak tahu mau kemana. Akhirnya sang pemandu wisata dadakan kami - Mbak Wawat, mengusulkan untuk berwisata menyusuri sungai Chao Phraya. Haduuhhh.. siang-siang, panas.. Bayangkan aja Surabaya, jam segitu, udah udara pengap, habis keliling kampus berhektar-hektar luasnya, eeehhhh.. malah diajak maen di sungai.. Kebayang aja sungai seperti di film Pee Mak, yang kita harus dayung sendiri perahunya.
Dengan berat hati, naik bus yang lumayan bagus, kami menuju dermaga sungai tersebut. Tidak disangka, ternyata sungai Chao Phraya adalah sungai besar yang juga digunakan untuk jalur transportasi umum. Dan untunglah perahunya gak perlu didayung sendiri. Hehe..
Ini mungkin adalah deretan kapal pesiar untuk wisatawan yang lebih berduit karena penumpangnya lebih sedikit dan fasilitasnya tentu saja lebih bagus. Menurut sumber lain, tiket naik kapal-kapal ini bisa sampai 500 baht atau 200 ribu. Kapal yang kami tumpangi cuma 15 baht alias 6000 rupiah saja untuk jarak yang sangat jauh..

Kernet kapalnya lumayan manis sih.. cuma dia kurang fotogenic aja.. HAha!!
Sekitar 1 jam kami menaiki kapal. Sungai berisi ikan keramat itu ternyata mengalir di sisi kota Bangkok. Suatu pengalaman baru, menyusuri sungai yang di sisi-sisinya berdiri megah kota Bangkok.
Saya lupa kapal itu berhenti di dermaga mana, yang pasti, setelah melewati dermaga dekat kuil besar. Kami turun dari kapal, dan Mbak Wawat membawa kami berjalan sekitar 300 meter dari dermaga tersebut. Ternyata, tidak jauh dari sana, kami menemukan sebuah masjid yang sedang dalam pembangunan. Lupa juga apa nama masjid itu. Tempat wudhunya bersih dan disediakan mukena di dalam masjid. Hanya saja, tempat shalat ini juga digunakan sebagai tempat penyimpanan barang, alias setengah gudang. Satu hal yang paling berkesan dalam perjalanan ini adalah, kami bertemu dengan muslimah-muslimah Thailand. Wajahnya serupa dengan wajah kita-kita Asia Tenggara, hanya saja kami tidak mengerti saat mereka mulai berbicara. Haha!
Yang paling saya ingat dari muslimah di Thailand adalah, saya belum pernah menjumpai hijabers, atau muslimah-muslimah trendy. Selama seminggu sampai saya kembali ke Indonesia, semua muslimah menggunakan hijab syar'i sederhana. Yah, mungkin itulah beda muslimah Indonesia dengan muslimah negara lain.Setelah shalat ashar, kami mampir ke sebuah tempat wisata belanja bernama ASIATIQUE. Jaraknya hanya sekitar 20 meter dari masjid. Tempat belanja santai. Kalau kami berangkat sejak siang tadi, mungkin bisa berlama-lama di tempat itu. Tempatnya sangat nyaman, bernuansa vintage western dengan lorong-lorong lumayan luas untuk berjalan-jalan. Suasanyanya adeeemmm.. Ada tempat bermain atau sekedar foto-foto. dan banyak cafe unik atau sekedar street food yang menjual snack sampai makanan berat dengan harga sangat terjangkau.

Menjelang magrib, dengan berat hati kami meninggalkan ASIATIQUE. Ternyata ASIATIQUE ini lumayan jauh dari penginapan. Kami harus naik bus sekali dan dilanjutkan taxi, karena tidak tahu mau pilih bus apa. hehe..

Setelah shalat magrib, mbak wawat mengajak kami, orang-orang desa ini untuk mencicipi pengalaman baru, naik kereta bawah tanah, alias tube.. =)
Karena sekarang sudah tahu, saya mau bragging di sini. Haha! Caranya, ada mesin untuk bayar tiketnya. Tapi mesin itu untuk uang koin saja. Jadi kalo punya uang kertas, harus ditukar dulu dengan koin, ntar pilih mau kemana, baru masukin koin ke mesin, nanti keluar deh kartunya. Harga tiketnya sekitar 40-60 baht. Kartu ini nanti dimasukkan untuk membuka gerbang menuju ruang tunggu. MRT atau tube, caranya sama, bentuk kartunya aja yang beda.
Etika di dalam MRT, diam, jangan berisik, apalagi bikin ribut. Main gadget aja. Haha! Nggak tahu juga sih apa etikanya, cuma itu perilaku orang yang saya lihat di dalam dua alat transportasi berkecepatan tinggi tadi.
Turun dari MRT, sebenernya kami nggak terlalu jauh dari Mall Paragon, tapi males, walopun dibilang mallnya beda, tetep aja di dalam kepala saya, mall ya begitu-begitu itu. Hehe.. Akhirnya kami cuma berdiri di pinggir jalan sambil makan buah.Di negara orang kalo ilang gimana rasanya ya? Ya inilah rasanya. Setelah naik kereta berkecepatan tinggi, kami baru sadar kalo berada sangat jauh dari penginapan. Mau tidak mau, akhirnya naik taxi lagi. Dan karena taxinya tidak mau menerima penumpang lebih dari 4 orang, kami pun terpisah dua taxi. Tujuannya satu tempat yang dikenal semua orang, KHAOSAN ROAD. Sayangnya, satu taxi berhenti di ujung dekat penginapan, dan satu lagi berhenti di ujung seberangnya. Dari ujung ke ujung berjarak sekitar 300 meter. Bukan masalah jarak, tapi diantara dua ujung itu, berjajar pasar seni, pasar fashion, club malam, club erotis, dan lain-lain dan lain-lain. Dan saat itu sudah jam 10 malam. Berbagai macam manusia dari seluruh dunia berkumpul di jalan yang tidak terlalu lebar itu untuk bersenang-senang. Penari erotis mulai yang beneran cewek sampai yang jadi-jadian, semua ada. Entah kenapa, saya mengajukan diri untuk menyebrangi lautan party itu untuk mencari teman-teman yang turun di ujung seberang. Huufffhhh.. kalo nggak begini, nggak bakal tahu gimana hebohnya dunia malam. hehe..

bersambung lagi yee.. =)


LITTLE WOMEN (HOW'S LIFE GOING?)

Akhir-akhir ini saya baca Little Women karya Louisa May Alcott. Bukan karena apa, tapi karena serial favorit saya, Friends menyebutkan buku ...