Minggu, 10 Juni 2018

WORST DAY OF MY LIFE

I've told you about best days of my life, I also have some bad days, but what I'm going to tell you now is the worst.. And the worst thing about it, was my blurry memory.
Kamis, 7 Juni 2018. Seperti biasa, saya pergi ke kampus, asessor kampus sudah pulang hari Rabu pagi, maka hari ini adalah hari dimana saya akan merasa canggung lagi untuk pergi ke rektorat. I don't belong there. 
Beberapa hari sebelumnya, saya sering dikagetkan oleh.. mm.. let's say, visions. Sebelum hari itu, saya sering melihat sekilas-sekilas orang celaka di depan saya. Tidak ada orang celaka, itu hanya bayangan-bayangan yang seringkali muncul. Tapi bayangan yang sangat jelas sampai beberapa kali saya terhenyak berhenti untuk meyakinkan kalau itu benar-benar terjadi atau hanya bayangan. Saya bukan peramal, kalau saya bisa meramal, maka saya akan terhindar dari musibah hari itu.
Seorang teman dan anaknya yang masih bayi mendatangi saya untuk nebeng pulang, karena suaminya sedang pergi ke luar kota. Saya menolak, karena takut membawa anak kecil, walaupun sebenarnya sudah beberapa kali. Lalu mbak itu pergi ke teman lain, dan teman lain mengiyakan. Teman yang mengiyakan adalah ibu muda juga yang anaknya seumuran, dan ukuran badan dua orang itu tidak jauh beda. Karena tidak tega, maka saya ajak mbak itu pulang bersama. 
Jalanan biasa saja dan baik-baik saja, saya mengendarai motor dengan kecepatan 40km/jam. Jalan yang paling kami semua takuti adalah jalanan hutan jati. Karena beberapa kali ada begal dan copet disana. Tapi alhamdulillah baik-baik saja. Sampai kami keluar dari hutan jati dan masuk ke jalanan menuju rumah mbak itu, jalan berbelok-belok bekas bukit, dan tidak jarang bersama dengan mobil-mobil besar. Ada tikungan tajam, saya memelankan motor, dan kami lewati, lalu ada tikungan lagi, dan kami melindas batu kecil atau apa, motor oleng ke kiri, saya tidak bisa menjaga keseimbangan, dan kami terjatuh sekerasnya ke aspal.
Setelah itu saya tidak ingat. Saya hanya ingat ada rasa tekanan di kaki kiri, tapi tetap berusaha berdiri untuk melihat muka anak mbak itu, melihat apakah anak itu baik-baik saja. Anak itu diam memejamkan mata. Tidak tahu bagaimana keadaan motor, kemana tas saya, melihat anak itu diam adalah hal paling mengerikan seumur hidup. Dia tergolek lemas di gendongan ibunya.
Dan tiba-tiba kami ada di bengkel tambal ban. Mbak itu bilang kalau anaknya tidur pulas sampai tidak tahu kalau kena musibah. Saya minta dia bangunkan anaknya, karena bengkel itu ada di depan rumah sakit, supaya dia bisa segera bisa ditangani kalau kenapa-kenapa. Tapi mbak itu berkali-kali mengatakan anaknya tidak apa-apa dan terus menanyakan keadaan saya. Saya terdiam, melihat ke jalanan di depan tambal ban itu. Apa yang terjadi tadi? Bagaimana kami sampai disini? Barulah saya sadar kalau tidak mengingat apapun sejak kami jatuh. Selama beberapa saat, memori kejadian sehari tadi jadi rancu. Saya dari mana? Apakah saya ke kampus hari ini? Benarkah tadi ada anak ujian? Ini hari apa? Apakah saya tadi mengajar?
Kata mbak itu, ada seorang mbak dan bapak yang kebetulan lewat menolong kami, mbak itu memboncengnya, bapak itu menaiki motor saya yang bannya ternyata kempes, dan saya  naik motor bapak itu sendiri. Motor gigi, bukan otomatis. Teman saya tahu saya linglung saat menaiki motor karena saya menyeberang tiba-tiba dan tidak sadar orang klakson keras dari belakang.
Saya peluk teman saya dan anaknya yang masih tertidur pulas dan menangis sejadi-jadinya, dilihat orang lewat dan teman yang tidak pernah melihat saya menangis. Bagaimana saya bisa begitu teledor dan mencelakakan orang. Dan sekali lagi, seharusnya saya tidak membawa orang saat saya meminta kematian. 
Setelah sampai di kos, saya langsung menelepon ibu, dan menangis lagi. Ibu bilang, saya harus dipingit, harus buang sial dengan menebar uang receh ke jalan. I know she was wrong. Tidak ada jin yang mengganggu saya di jalan. Tidak ada orang yang mendoakan saya celaka. Tidak ada orang cemburu yang mengirim guna-guna supaya saya celaka. Semua adalah permintaan saya sendiri. Hanya saja, Tuhan mengabulkannya saat saya bersama orang, untuk membuat saya jera dan tidak meminta itu lagi.

MARATHON SABTU

Ya ampuunn.. udah menjelang 39 tahun bukannya buat sesuatu yang berguna, malah marathon drakor.. haha.. Emang lebih oke nonton review di You...