Selasa, 20 Oktober 2015

CUMA MIMPI

Let me tell you about my dream. It was such a beautifull dream.. and feel so real that I think I can taste the salty water.
Hari itu saya tidur terlalu malam. Malah hampir pagi. Karena malam Sabtu, jadi bisa bangun agak siang. Dalam mimpi itu, seperti biasa, jam setengah 5 pagi saya sudah terbangun. Tiba-tiba hp yang senantiasa di-silent, berkedip-kedip. Ternyata Mbak Winda.
Entah bagaimana, saya tiba-tiba ada di atas motor mbak Winda, dibonceng seorang cowok yang saya tidak tahu namanya. Sedangkan motor saya, Honda Beat pink kecil itu dinaiki dua orang bule besar-besar. Saya yakin, lututnya pasti sakit terantuk tebeng motor. Bukan khawatir pada orangnya, saya malah khawatir pada motor kecil itu. Baru juga di-service..
Kami bermotor lumayan jauh dari Sumbawa dan sampai di sebuah perkampungan nelayan. Perkampungan yang namanya seperti nama kue.
Kaki saya terendam air laut sampai lutut, sampah terapung di sekitar kaki, dan semakin ke tengah, air semakin tinggi, hampir ke pinggang. Saya mulai panik, karena sama sekali tidak bisa berenang, tapi seseorang menarik tangan saya dan membantu menaiki kapal. Sebuah kapal nelayan kecil yang hanya ditutup sebagian. Laut pagi tenang, ombak tidak terlalu besar dan matahari belum terlalu panas. Dan kapal tiba-tiba berhenti di tengah laut. Di bagian laut yang agak dangkal. Airnya berwarna hijau biru, di dasarnya hidup coral-coral.
Beberapa orang segera menceburkan diri ke dalam air. Snorkling, melihat keindahan bawah laut. 20 menit kemudian, kami kembali melanjutkan perjalanan. Menemukan pulau tidak berpenghuni ini. Kalau dalam film-film horor, pulau seperti ini bisa jadi dihuni monster, zombie atau suku kanibal.

Untungnya, ini adalah mimpi indah. Pasir putih, laut biru tenang, angin sepoi-sepoi. Kami menaiki bukit dan pemandangan dari atas bukit, sungguh tiada duanya. Gradasi warna laut dangkal sampai dalam, sungguh membuat mata berat berkedip. Melihat air sejernih dan pasir sebersih itu, membuat kami tidak bisa menahan diri untuk bermain di dalamnya. Sayang hari sudah semakin siang, kami harus melanjutkan perjalanan lagi. Menuju pulau selanjutnya.


I have never seen this kind of heaven. That's why I'm not pretty sure about reality. I have to convince myself that this is just a dream. But then my feet touched the water, my hand felt the white sand, grabbed a handfull and pour it back to earth. The sound, the easy wave, the silence.. 
Suddenly, I woke up in the morning, on my bed. The beach wasn't there anymore.
I can't believe it. It was so real. Beberapa saat lalu, saya merasa masih di atas perahu nelayan, dalam perjalanan pulang, disambut dengan ombak besar. Ombak yang bahkan lebih tinggi dari perahu yang kami tumpangi. Ombak yang bisa membuat kakimu terangkat hanya untuk berusaha menyeimbangkan diri. Perahu terangkat dan kembali memukul air, menimbulkan cipratan besar ke wajah. It's salty.
Saya bangun pelan-pelan, masih berusaha meyakinkan diri kalau ini benar-benar di atas tempat tidur, bukan perahu yang nyaris karam. Berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Meyakinkan diri bahwa yang saya injak adalah lantai, bukan pasir putih yang ditumbuhi macroalgae. Dimana kami harus berjalan sekitar 300 meter dari tengah laut, karena laut sudah mulai surut dan kapal tidak bisa merapat. Melihat ke bawah, tidak ada lubang-lubang kepiting kecil di bawah kaki saya.
 
Saya di kamar, bukan di pantai.. That definitely just a dream..
But then I walked in front of the mirror and gasped.. My face got pretty bad sunburn.. =) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

39

Kalau kata film Tusuk Jelangkung, hari lahir dan weton orang itu akan terulang tiap 39 tahun. Jadi misalnya lahir tanggal 9 Maret 1993, Sela...